( Sumber Foto : Ayo Sehat Kemenkes )

Bogorsportif – Penyakit Tuberkolusis atau yang biasa kita kenal dengan TBC saat ini di Kota Bogor semakin marak dan sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor, sejak Januari hingga Februari 2024 terdapat 1.025 kasus, dengan angka kematian sebanyak 14 orang.

Atas temuan kasus tersebut, 154 penderita adalah anak-anak. Kendati jumlah tersebut cenderung berkurang dibanding 2023 lalu, dengan kasus temuan 9.120, dan dari jumlah itu ada 1.690 anak yang terjangkit. Sedangkan angka kematian mencapai 287.

Lebih lanjut, dari jumlah penderita tersebut, daerah terbanyak yang terjangkit TBC adalah Kelurahan Bondongan dan Mulyaharja, yang masing-masing 24 kasus. Sedangkan yang terendah adalah Kelurahan Genteng dan Babakan, masing-masing dua kasus.

dr Sri Nowo Retno selaku kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor menjelaskan, penanganan TBC harus diselesaikan secara lintas sektor untuk mempercepat eliminasi.

Menurutnya , Secara nasional target eliminasi TBC para tahun 2030 adalah 65 per 100.000,”Kita pengen nih percepat, yakin kalau kami bergerak bersama. Kita punya inovasi namanya aksi Si Geulis gerakan eliminasi turbokolosis,” jelas Retno kepada wartawan

Ia memaparkan ada lima program yang dimulai pada pertengahan tahun 2023,“Kami punya rencana aksi daerah perwali jadi disitu berbuat apa, apa yg harus dilakukan kita sudah punya. Ini bentuk komitmen jadi sudah ada RAD. Kemudian kita sudah buat tim percepatan eliminasi TB,”tuturnya

Selain itu, Dinkes juga mempunyai aplikasi Si Geulis untuk memetakan kasus TBC by name by address. Sehingga dapat dilihat secara geopasial hingga faktor risiko.

“Bisa dilihat rumahnya seperti apa, apakah ada ventilsasinya. Kemudian status gizinya, apakah di rumah ada yang merokok, apakah punya TBC atau tidak, itu lengkap semua,” ungkapnya.

Dengan demikian, kata Retno, apabila ada rumah yang ventilasinya akan diintervensi menggunakan RTLH. Begitupun dengan status gizi, yang dapat dipantau sehingga bisa diintervensi oleh aparatur wilayah hingga puskesmas.

“Jadi pengobatan bisa terpantau oleh wilayah, jangan sampai putus,”tukas Retno ***