Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya bahas Kebakaran Hutan dan lahan di Kampus IPB Dramaga Bogor || IST

Bogorsportif – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan pembahasan tentang upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar saat di Kampus IPB Dramaga Bogor belum lama ini.

“Acara pesona kampus hijau yang diselenggarakan di Kampus IPB, dan ini merupakan salah satu upaya penyebarluasan informasi dan apresiasi kepada seluruh pihak terkait upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia,” kata dia saat di IPB Bogor.

Lanjut ia mengatakan bahwa dirinya pun mengucapkan terima kasih setelah Indonesia berhasil dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.

“Ini mengangkat tema tentang Keberhasilan Indonesia dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Dan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada IPB atas kerja terus-menerus untuk mengawal pembangunan sektor kehutanan dan lingkungan hidup disegala aspek, terutama, kebakaran hutan dan lahan, manajemen tata kelola hutan dan kawasan, termasuk karbon hutan,” ungkapnya.

Siti Nurbaya Bakar juga menjelaskan bahwa dengan penajaman hubungan kausalitas antar kebijakan pada suatu persoalan.

Maka dalam hal ini menurutnya persoalan kebakaran hutan, dalam hubungannya dengan penggunaan lahan (land use), tata kelola gambut, tata kelola lahan, pola tanam dan kalender tanam bertanggung jawab dalam pemegang ijin.

“Sehingga pengamanan kawasan hutan dari kerusakan, teknik kultivasi atau budidaya pada land form dan land system yang tepat, tata kelola air pada tingkat lapangan (water management at farm level) relevansi sosial masyarakat karena asap, partisipasi publik, penegakkan hukum, dapat memiliki hubungan secara internasional,” jelasnya.

Belum lagi terkait dengan reputasi dan kedaulatan negara seperti dengan indikator subyek Deforestasi dan Emisi karbon yang seperti terus dikembangkan secara internasional dan secara umum bukan merupakan hal yang mudah untuk negara berkembang bekerja baik.

“Bisa jadi juga, atau bukan tidak mungkin, bisa menjadi instrumen hegemonial negara-negara maju kepada negara-negara berkembang, terutama seperti Indonesia yang memiliki kawasan hutan cukup luas hingga 125 juta Ha. Karena gambaran terakhir tentang EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang masih terus kita hadapi hingga saat ini, serta masih banyak aspek yang bisa terkait,” paparnya.

Maka dari itu dirinya ingin mewujudkan agar pembahasan di kampus IPB salah satunya akan jernih jika dilihat yang berkaitan dengan segala aspek. Dan terkait dengan eksplorasi teknik dan metode yang terus dilakukan, baik teknik manajemen sarana prasarana dan dukungan seperti tata kelola hidrologi.

“Teknik kultivasi seperti budidaya tanam di gambut atau paludikultur, analisis neraca air atau water balance gambut, tinggi muka air tanah atau water table, pengendalian fungsi lindung kubah gambut atau tandon air gambut, dan bahkan hingga teknik modifikasi cuaca untuk mengatur curah hujan atau rainfall pada waktu tertentu dan ditempat tertentu, serta teknik monitoring hotspot,” imbuhnya.

Dalam kaitan teknik ini pula untuk mengukur atau kontrol, juga dikembangkan instrumen indikator penilaian situasi seperti antara monitoring pergerakan hotspot dan firespot (frekuensi dan distribusi), dikaitkan dengan pengukuran kualitas udara (PM 10 dan PM 2,5 serta ukuran-ukuran gas polutan lainnya).

“Maka dari itu semua yang saya sebutkan itu pergolakan diskursusnya ada di kampus, karena di kampus inilah gudangnya ilmu. Dan saya perlu menegaskan disini bahwa topik kebakaran hutan dan lahan adalah salah satu bagian dari pekerjaan yang sarat dengan ilmu pengetahuan dan membutuhkan teknik dan keilmuan yang cukup,” pungkasnya***